Perekonomian merupakan suatu hal yang sakral di dalam
kehidupan. Ia terlalu berjalan beriringan dengan kehidupan manusia.
Perkembangan perekonomian Indonesia tidak lepas dari peran sektor industri yang
notabene berperan sebagai pahlawan roda penggerak dalam kegiatan ekonomi.
Industri-industri yang berkembang di Indonesia pun terpecah belah menjadi
berbagai bidang, misalnya industri pengolahan, tekstil, jasa dan sebagainya.
Industri pun terlalu serig berjalan beriringan dengan perdagangan. Industri
yang berkembang di Indonesia tidak hanya berlangsung di tingkat nasional saja,
melainkan tingkat lokal pun ikut memberikan sumbangsih karyanya. Misalnya saja
perekonomian yang terjadi di Kabupaten Jombang.
Kabupaten Jombang mempunyai letak yang sangat
strategis, karena berada pada bagian tengah Jawa Timur dan dilintasi Jalan
Arteri Primer Surabaya-Madiun dan Jalan Kolektor Primer Malang-Babat. Secara
geografis, Kabupaten Jombang terletak di sebelah selatan garis khatulistiwa
berada antara 50 20' 01" Bujur Timur dan 070 24' 01" Lintang Selatan,
dengan luas wilayah 1.159,50 km2. Ibu kota Kabupaten Jombang terletak pada
ketinggian +44m di atas permukaan laut.[1]
Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Jombang tanahnya
terdiri atas bahan yang mengandung pasir, bahan larva, sebagian tanah liat yang
berwarna kuning dan coklat yang karena bercampur dengan sisa tumbuh-tumbuhan
lalu menjadi agak gelap, menjadikan kedua kabupaten itu sangat subur.[2]
Kondisi topografi Kabupaten Jombang sebagian besar merupakan wilayah yang datar
yaitu terdapat di jalur lintas regional dan merupakan lahan wilayah perkotaan. untuk wilayah yang
bergelombang terdapat di sebagian kecil wilayah arah barat laut kota.[3]
Kondisi yang demikianlah yang membuat perekonomian di Jombang dapatdikatakan
cukup stabil. Pengertian stabil bukan berarti hanya mengalami stagnasi saja,
keadaan naik turun dalam hal perekonomian pun pernah terjadi di Kabupaten
Jombang. Meskipun demikian, Kabupaten Jombang mampu bertahan di tengah
persaingan perekonomian yang semakin meningkat.
Di antara industri-industri yang ada, industri
kerajinan manik-manik kaca tetap bertahan dan sampai sekarang masih eksis
digemari oleh konsumen. Hal tersebut dikarenakan motif dari manik-manik kaca
yang mampu berkembang sejalan dengan perkembangan dunia fashion. Industri
kerajinan manik-manik kaca yaitu industri yang berbahan baku limbah kaca
kemudian dilebur dan dibentuk menjadi barang yang bernilai ekonomis seperti
kalung, gelang dan tasbih. Melihat hal tersebut, sektor industri kerajinan
manik-manik kaca menjadi salah satu sektor unggulan di Kabupaten Jombang.[4]
Perkembangan dalam berbagai bidang terus meningkat,
misalnya di dalam dunia fashion. Perkembangan dunia fashion berdampak pada
pemasaran manik-manik kaca hingga ke luar negeri dan disaat musim haji,
pesananna dalam bentuk bentuk tasbih selalu diburu konsumen sebagai oleh-oleh.
Kekreatifitasan dari pengrajin manik-manik memberikan pengaruh pada industri
manik-manik kaca yang masih dapat bertahan di tengah persaingan industri
kreatif lain di berbagai penjuru Indonesia.
Perdagangan memegang peranan yang sangat penting bagi
pertumbuhan dan perkembangan suatu negara. Kebijakan yang berlaku pada masa
Orde Baru kala itu bukannya memperbaiki kondisi ekonomi Indonesia, namun justru
memperburuk bahkan kelak akan menjebloskan Indonesia pada stagnasi dan
kemunduran ekonomi.[5] Maka, masa Orde Baru yang notabene merupakan dunia
carut-marutnya perdagangan Indonesia menjadi bahan yang tak pernah habis dikaji
oleh Mari Elka Pangestu.[6] Mari secara konsisten mendengungkan reformasi
ekonomi. Kepercayaannya yang besar terhadap perdagangan bebas sebagai motor
pembangunan dan perekonomian.[7]
Sebelum abad ketujuh belas tidak diragukan bahwa Cina
merupakan pasar terpenting untuk mata dagangan Asia Tenggara. Marco Polo
mengatakan bahwa setiap ada satu perahu Italia di Alexandria, seratus perahu
bermuatan penuh rempah-rempah berlabuh di bandar Cina “Zaiton”
(Quanzhou).[8]Perdagangan merupakan aspek penting bagi perekonomian sejak
berabad tahun yang lalu. Orang-orang Cina yang sekarang di Indonesia dikenal
dengan nama Tionghoa pun memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian
di Indonesia, termasuk Jombang. Hal tersebut dapat terbukti dengan adanya
perkampungan Tionghoa di Jombang, yakni di kawasan Gang Suling.
Aktivitas perdagangan di Jombang tidak akan terlepas
dari peran masyarakat Tionghoa. Toleransi yang dijunjung tinggi oleh masyarakat
Tionghoa terbukti dengan diadakannya ziarah yang dilakukan oleh para keturunan
Tionghoa ke Makam Gus Dur di kompleks pemakaman Pondok Pesantren Tebuireng
Jombang. Hal tersebut merupakan salah satu cara ucapan syukur (hormat terhadap
leluhur) yang dilakukan oleh masyarakat Tionghoa yang notabene sangat
berpengerah bagi perdagangan di Jombang dari tahun 1980-2004.
Fungsi perekonomian orang Tionghoah adalah kontekstual
dengan fungsi eksistensi orang Tionghoah di Indonesia. Interaksi antara orang
Tionghoah dan Bumi Putera dapat dibiaskan oleh sejarah, prasangka, dan
masalah-masalah sektoral berdasar kepentingan sesaat atau lokal.[9] Misalnya
dalam perdagangan di Jember, etnis Tionghoa yang berinteraksi dengan
menggunakan bahasa Madura maupun bahasa Jawa bercampur logat Tionghoa yang
cukup kental.[10]
Bercermin dari suatu perkembangan ekonomi yang luar
biasa di negara-negara maju sejak tahun 1800, dapat disinyalir bahwa
pertumbuhan ekonomi akan sangat tergantung kepada empat faktor utama. Pertama,
adanya enterpreneurship; kedua, inovasi-inovasi dan perubahan teknik; ketiga,
akumulasi kapital dan meningkatnya sosialisasi; serta yang keempat adalah
pertukaran antar individu, daerah, nasional dan internasional.[11] Keempat hal
itulah yang menjadi acuan bagi keberlangsungan aktivtas perekonomian di dunia,
pun di Indonesia.
Perkembangan ekonomi merupakan suatu konsep yang relatif
dalam ruang dan waktu. Perkembangan ekonomi adalah suatu proses sejarah yang
kompleks, yang di dalamnya terdapat faktor-faktor ekonomi dan non ekonomi yang
saling terkait.[12] Usaha kecil dan informal merupakan sektor usaha yang telah
terbukti berperan strategis atau penting dalam mengatasi akibat dampak dari
krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia pada tahun 1997. Di sisi lain,
sektor usaha kecil dan informal juga telah mampu memberikan kontribusi dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini.[13]
Perekonomian yang berkutat di Jombang tidak akan lepas
dari sektor perdagangan dan jasa. Hal tersebut dapat terlihat dari banyaknya
pedagang yang menyebar di kawasan Jombang serta adanya kebijakan pemerintah
Jombang untuk membuat lahan-lahan rekreasi yang notabene menjadi aset penting
bagi para pedagang. Misalnya adalah pemugaran Kebun Rojo Jombang yang awalnya
hanya taman bermain anak-anak dengan beragam penjual keliling di dalamnya yang
mayoritas menggunakan sepeda ontel, sekarang disana sudah direnovasi dengan
adanya penyewaan stand menjual makanan yang dapat menampung pedagang-pedagang
keliling itu serta tidak ketinggalan fungsi asli dari taman tersebut, yakni
sebagai taman bermain dan berkumpulnya keluarga. Kemudian, kemunculan taman
baru di dekat terminal Kepuhsari juga menambah pemutaran ekonomi di kawasan
Jombang yang dikenal dengan nama Taman Kebon Ratu.
Aktivitas perdagangan yang ada di Jombang tidak hanya
dapat dirasakan oleh kalangan elit saja, melainkan kalangan menengah ke bawah
pun dapat merasakannya. Hal tersebut didukung dengan dibangunnya restoran
dengan brand internasional di Jombang, serta ada juga kemunculan swalayan
dengan brand nasional. Pemerintah pun menyiasati kemunculan itu dengan
menyediakan tempat-tempat kuliner seperti adanya cafe dan tersebarnya pujasera
di Kabupaten Jombang. Pemolesan yang apikberbagai tempat wisata di Jombang juga
menambah pundi-pundi perekonomian di Jombang. Perbaikan jalan raya menuju
tempat wisata telah diambil alih oleh pemerintah, misalnya wisata di Kedung
Cinet dan Goa Sigolo-golo di Wonossalam.
Perekonomian di Jombang tidak hanya berhenti pada
sektor perdagangan dan pariwisata saja. Perekonomian dari pihak-pihak swasta
pun menjadi penyokong terbaik, yakni dengan adanya beberapa pabrik sepatu dan
kayu yang notabene banyak menyerap karyawan. Kurang lebih ribuan warga Jombang
bergantung kepada pabrik itu. Namun pada awal tahun 2016, ada beberapa karyawan
yang mengalami PHK karena seretnya permintaan pasar. Keadaan itu pun terjadi
tidak hanya di pabrik sepatu saja, pabrik kayu pun demikian. Sehingga dapat
dikatakan bahwa perekonomian di Jombang tidak dapat lepas dari pengaruh
perekonomian nasional dan bahkan internasional.
________________________________________
[1]Endoy Dwi
Yuda Lesmana, "Pengaruh Modal, Tenaga Kerja dan Lama Usaha Terhadap
Produksi Kerajinan Manik-Manik Kaca (Studi Kasus Sentra Industri Kecil
Kerajinan Manik-Manik Kaca DesaPlumbon Gembong Kec.Gudo Kab.Jombang)"
dalam Jurnal Ilmiah Fakultas Ilmu Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Malang, 2014ibid, hlm. 9.
[2] E.N.I.
(Leiden:E.J.Brill, 1992), hlm. 29-30 dalam Nasution, Ekonomi Surabaya Pada Masa
Kolonial 1830-1930 (Surabaya:Penerbit Intelektual, 2006), hlm. 36
[3] Tanpa Nama,
Profil Kota Jombang (Tanpa Kota: Tanpa Penerbit, 2003), hlm.1
[4] Endoy Dwi
Yuda Lesmana, op.cit, hlm. 4
[5] Arifin Suryo
Nugroho. dkk, 10 Tokoh Tionghoa Paling Populer di Indonesia (Yogyakarta: Bio
Pustaka, 2009), hlm. 180
[6] Wanita
Tionghoa pertama yang menjabat sebagai Menteri Perdagangan Kabinet Indonesia
Bersatu 2004-2009
[7] ibid.,
[8] Anthony
Reid, Dari Ekspansi Hingga Krisis: Jaringan Perdagangan Global Asia Tenggara
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia), hlm.15
[9] Lukas S.
Musianto, hlm. 204
[10] Christanto
P Raharjo, "Pendhalungan: Sebuah 'Periuk Besar' Masyarakat
Multikultural" dalam Jurnal Jantra, Vol. II, No.3, Juni 2007, hlm. 202
[11] Nasution,
Ekonomi Surabaya Pada Masa Kolonial 1830-1930 (Surabaya:Penerbit Intelektual,
2006), hlm. 13
[12] Paul
Alpert, economic Development: Objectives dan Methods (New York: The Free Press,
19...), hlm. 1 dalam Nasution, Ekonomi Surabaya Pada Masa Kolonial 1830-1930
(Surabaya:Penerbit Intelektual, 2006), hlm. 10-11
[13] Taranggana
Gani Putra, "Peran Pemerintah Daerah dan Partisipasi Pelaku Usaha Dalam
Pengembangan UMKM Manik-Manik Kaca di Kabupaten Jombang" dalam Jurnal
Kebijakan dan Manajemen Publik Vol. 3, No. 1, Januari-April 2015, hlm.1